Thursday, March 24, 2011

Kantorku, Rumahku

Meeting lagi. Meeting-meeting lagi.

Penuh jadwalku pagi ini dengan meeting. Kenapa sich orang demennya meeting, bukannya tidur... eh kerja. Ada meeting soal rencana tahun depan, ada meeting soal pencapaian tahun lalu, ada meeting soal perencanaan produksi. Bahkan ada meeting untuk membahas persiapan meeting tentang meeting koordinasi bulan depan. Bah.

Dari sela2 mata sayuku yang ngantuk beratt karena baru makan gado2 dan semalam anak2 memutuskan untuk tidak tidur sampai jam 2 pagi, itupun setelah dilempar keluar dari kamar tidur ke kamar mandi. Kulihat wajah pak Supri sudah memelas minta belas kasihan. Sepertinya susah payah sekali beliau berusaha menjalankan meeting ini.

Dari awal memang meeting berjalan seperti "biasa", 2 orang telat datang, 3 orang beralasan masih ada meeting lain (nah lho) 10 orang memutuskan untuk boker di toilet yang sama di lantai yang sama. Bayangin aja antrian cuci tangannya. Capek dech. Aku sich datang agak awal, pura-pura peduli dan cepat menanggapi  keluhan pak Supri, lalu sambil pura2 terima telpon, aku permisi keluar sebentar, terus ambil langkah seribu menuju ke tukang gado-gado belakang kantor.

Ketika meeting mulai, dengan sigap masing-masing peserta, aku tak ketinggalan, mengeluarkan jurus silatnya yang paling mutakhir, tak lupa dibumbui dengan kembangan-kembangan cantik, berusaha untuk tidak kena tanggung jawab kerjaan apapun. Hualah. Hari gini kerja keras. Apa tah gunanya. Dari dulu sampai besok, kerja nggak kerja, semuanya tetep sama aja kok. Gaji gak naik-naik, hutang gak lunas-lunas.

Akhirnya dengan putus asa, pak Supri mengetok palu dan menyambit si Herman dengan batu kali karena doi sibuk cekakak-cekikik sambil tidur, entah mimpi apa dia, ngigo-nya bisa bahagia gitu. Ck.. ck.. ck... sirik aku. Namun lemparan batu kali itu, walau tak kena, sukses mengakhiri meeting  dengan kesepakatan akan ada meeting lanjutan untuk membahas hal-hal yang belum disepakati (hampir semuanya, haha).

Jam masih 11.23. Tak tau mau apa, aku pergi saja ke warung gado2 tadi, tempat kawan-kawan senasib sepenanggungan biasa nongkrong, walau sudah makan tadi, paling tidak dapatlah aku mendengarkan gosip-gosip terbaru. Sibuk ngetawain segala hal. Mulai dari ngetawain selebriti, ngetawain temen sendiri (yang tentunya sedang gak hadir dalam acara gosip hari ini), ngetawain atasan dan ngetawain diri sendiri yang tak kunjung ada perbaikan.

Sharing session gosip itu terbukti cukup produktif untuk membahagiakan siang hariku. Jam 2.33 (lama ya) aku kembali ke meja kerja. Masih bingung mau ngapain kunyalakan komputer dan sambil nunggu itu komputer booting, check disk, scanning, install updates ke dua ratus ribu untuk bulan ini aku bikin kopi didapur kantor, lalu mampir ke meja si Akri disebelah.

Akri ini termasuk orang yang baik hati, budiman dan tidak sombong. Selalu mekar mewangi sepanjang hari, dengan parfum MLM terkini dagangannya yang tanpa kenal lelah selalu ditawarkannya kesiapa saja yang mendekati mejanya. Tapi sejauh ini usahanya gak pernah berhasil, sekali malah dia kena semprotan lada si Dina.

Memang cara doi nawarin agak ekstrim sich, masa' parfumnya langsung disemprot ke ketek dan bulu idung orang, si Dina yang hari itu telat datang karena busnya mogok 3 jam dua puluh sembilan menit karena kehabisan air aki, merasa tersinggung waktu keteknya yang basah kuyup keringetan disemprot parfum. Tak habis ketawaku hari itu melihat Akri yang kehabisan napas dan bersin-bersin sampai meleleh.

Hari ini, metode akri agak lain, tidak ada parfum dimeja, yang ada hanyalah beragam botol plastik berbeda bentuk dengan samar2 kulihat ada pil-pil didalamnya. Dibukanya sebuah majalah, bukan berita, bukan majalah bergambar, melainkan majalah penuh dengan cerita-cerita seru keajaiban orang2 yang disembuhkan penyakitnya oleh beragam produk yang ada dimejanya.

Tak jadi aku mendekat, kuputuskan untuk lari lintang pukang kembali ke mejaku (disebelah Akri) dan mengawasi komputerku sambil menikmati tulisan "Scanning disk.... please wait... dont press Any key... " putih berlatar biru. Entah kenapa, indah sekali rasanya tulisan2 itu hari ini.

Dua kali restart, browsing 200 berita hot, sekali panggilan bos dan 10x update status kemudian akhirnya jam 17.00 pun tiba. Dengan hati berdebar2 tangan berkeringat kutunggu jarum panjang merapat ke angka 12, begitu tenggg berbunyi, segera aku lari keluar. Menuju halte terdekat demi menyambut jemputan pribadiku tercinta, bus kota berwarna putih bergaris oranye jurusan Kampung Melayu - Grogol.

Dua jam menunggu. Tak kunjung datang jemputan kesayanganku itu. Biniku sudah 5 kali SMS minta dibeliin popok si Kunyil dan baju baru buat besok beliau menghadiri arisan RT. Siyall. Mau beli pakai apa. Semua kartu ngutangku sudah habis. Kemarin dua orang berkulit hitam berbadan tegap namun bertutur kata manisss sekali sudah datang kekantorku, minta bertemu denganku, untung ada si Akri, yang berhasil kusuruh menghadap mereka, kubilang ada 2 orang calon pelanggan mencari parfumnya.

Akhirnya datang juga bus itu, alamakkk penuh sekali. Kulihat didepan, sudah ada dua orang yang menempel kekaca buss, persis seperti cicak nempel didinding. Pipi mereka berdua saling menempel walau sepertinya tidak dengan ikhlas.

Hanya sedikit lebih beruntung dari mereka, aku berhasil mendapatkan tempat di belakang, walau hanya satu kaki yang menginjak tangga, dan satu kaki lainnya menginjak kaki orang yang sepertinya sudah pasrah menjadikan kakinya sebagai tempat berdiri. "Silakan mas... saya rela kok, mas ini orang ke 13 yang mau injak kaki saya" katanya dengan penuh kehangatan.

Ibukota pun seperti biasa menyambut kepulangan kami dengan sambutan meriah. Jalanan macet dimana-mana, bahkan jembatan penyeberangan pun macet. Ada ratusan pengendara sepeda motor gila yang memutuskan untuk menyeberang diatas jembatan itu, sepertinya mereka sudah stress tak kunjung mendapatkan cara keluar dari kemacetan dan memutuskan untuk berbalik arah kembali kekantor masing-masing mungkin dengan harapan diijinkan menginap agar tak perlu melalui hal yang sama esok pagi.

Dengan ajaibnya busku ini berhasil selalu menambah penumpang hingga miring kekiri dan pintunya pun terpaksa dibiarkan terbuka. Iseng kubertanya kepada pengendara motor yang lewat, "Pulang kemana mas?" Rupanya itu pertanyaan sensitif, hampir loncat dia menerkam aku, untung teman boncengannya memegang jempolnya sehingga aku terhindar dari cakarannya. Bingung aku. Namun aku sadar beberapa detik kemudian ketika melihat plat nomor motor tersebut yang kukenali berasal dari sebuah daerah nun jauh disana kira-kira sembilan puluh enam kilometer dari ibukota.

Aku sengaja tak beli apa-apa, badanku terasa remuk-redam dihimpit dua puluh penumpang lainnya dari kanan, kiri, depan, belakang, atas bawah, tanpa perasaan tanpa peduli. Mungkin mereka juga mengalami himpitan yang sama. Tertawa aku membayangkan si kaki yang jadi alas kaki, apa bentuk kakinya sekarang setelah jadi tumpuan dua puluh pasang sepatu dan satu hak tinggi.

Untungnya malam ini anak-anak sudah tidur, mungkin takut kulempar lagi kekamar mandi, atau memang kecapekan setelah bersenang-senang semalam. Namun rupanya Bin-bin ku belum tidur. Masih asik dia menonton sinetron kesayangannya yang punya jam tayang gila-gilaan itu. Pilem Titanic aja cuman berjalan 2 setengah jam. Ini sinetron bisa 4 jam baru selesai. Padahal ceritanya itu-itu saja, mungkin cuma 2 kali take lalu diulang-ulang. Satu teknis adegan yang kadang-kadang kuamati untuk memperpanjang waktu tayang sinetron itu sepertinya cuma zoom-in muka aktor zoom-out muka aktor, zoom-in muka aktris zoom-out muka aktris begitu terus berulang-ulang setiap ada kesempatan.

Melihatku pulang, istriku pasang topeng eh tampang girang. "Sudah pulang, mas?". "Iya, macett luar biasa dijalan tadi" jawabku lesu. Kemudian pertanyaan paduka permaisuri berikutnya menyentakku "Mana baju baruku? Mas sudah beli kan?" Nadanya setengah berharap, setengah menghardik, dengan tatapan yang setengah curiga dan setengah melotot.

Ketakutan, pucat pasi dan gemetaran, aku pun menjawab, "Be... belum bin, sudah habis duitku membayar hutang-hutang warung dari taun lalu"

Yang terjadi berikutnya sungguh blur dalam ingatanku, bagaikan adegan sinetron 4 jam yang diputar cepat dalam 10 detik. Yang aku tahu, terasa kepalaku berputar, pandanganku gelap, tubuhku melayang dan akupun terjatuh dilantai basah.

Bangun paginya baru sadar aku apa yang terjadi. Telah dilempar aku kekamar mandi.

Sunday, March 20, 2011

Kampung Melayu - Grogol

Pagi ini kutarik kembali vespa butut itu keluar gang sempit rumahku.

Jam 4.38 pagi. Anak2 belom bangun. Istri masih sibuk nyuci baju tetangga. Padahal bajuku sendiri belum ada yang dicuci.

Setelah capek kuengkol berjuta kali, akhirnya idup juga itu mesin butut. Ku gas dengan segera, walaupun tak ingin rasanya berjalan pagi ini.

Sampai depan jalan arteri, bergabunglah aku dengan berjuta mahluk-mahluk tanpa muka tanpa ekspresi. Ketutup sapu tangan, sapu ijuk dan sapu kamar mandinya.

Kami semua berjalan kearah yang sama, satu tempat diluar sana di ibukota.

Hari itu hujan, lagi. Lagi-lagi hujan. Dua ratus lima puluh sembilan pengendara motor berhenti dibawah jembatan. Aku tidak mau, karena kalau aku telat, bisa diambil bus-ku sama si Tigor, berandalan bau asem dari kota tua. Padahal itu bus yang paling baik jalannya. Dibanding bus lain yang setiap tiga kilo berenti, pintunya macet atau bau kentut.

Dua pohon tumbang dan entah berapa sumpah-serapah kemudian. Sampai aku di Grogol. Haha, si Tigor belum bangun, itu ketiak asamnya masih menganga di depan toilet.

Buru-buru aku pesen teh manis anget sama Yu Yeti, langganan utanganku di terminal. Lalu melompatlah aku kedalam bus kesayanganku, warna putih bergaris oranye yang paling depan dan sudah mulai penuh penumpang.

Kemana itu si topan, kenek yang biasanya jam segini sudah sibuk berteriak-teriak dengan suara bariton seremnya mencari dan menggoda penumpang, mencoba memaksa dan menipu mereka agar menaiki bus kami. Itu dia rupanya, sedang mengorek upil keluar dari idungnya.

Kumaki dan kubentak dia, agar berenti mengais upil dan mulai mencari mangsa.

Tak butuh lama, kamipun berangkat. Tujuan Kampung Melayu.

Setiap hari beginilah idupku. Kampung Melayu - Grogol - Kampung Melayu - Grogol - Kampung Melayu - Grogol - Kampung Melayu - Grogol - Kampung Melayu - Grogol - Kampung Melayu - Grogol - Kampung Melayu - Grogol .... siyall.

Tanpa tujuan hidup, kalau aku punya tujuan, untuk apalah aku bolak-balik macam setrikaan belum panas setiap hari menembus macet jakarta yang tak kenal bulu, tak kenal ketek dan tak kenal waktu, cuma presiden saja dan keluarganya yang bisa jalan tanpa macet di kota penuh asap tebal seperti kabut ini. Ingin rasanya kulempar orang-orang yang pergi pulang naik helikopter itu. Pasti mereka mentertawakan aku yang tiap hari selalu Kampung Melayu - Grogol - Kampung Melayu - Grogol - Kampung Melayu - Grogol - siyall.

Sialan si Zulfan itu, entah darimana dia dapat mp3 player yang bisa dia bawa sambil menyupir, mendengarkan lagu-lagu apa dia. Macam betul aja. Minggu lalu, keneknya kesal dan mogok makan, gara-gara tak didengarkan teriakannya minta bus berenti karena ada sewa mau naik dan sewa mau turun. Hampir ditimpuk pala peang si Zul dengan batu bata. Untung ada bapak2 yang sigap menyadarkannya, mungkin takut kena ditimpuk bapak tu.

Malam ini aku mau pulang jalan kaki saja. Biar saja, biar puas aku bakar vespa butut itu yang sudah mogok ke sepuluh ribu kalinya dalam dua tahun ini.

Pukul 2 pagi aku akhirnya sampe rumah. Itupun setelah lari tunggang langgang dikejar2 satpol pp disangka pecundang taman lawang. Siyall. Tak liat dari bauku saja sudah beda. Asem campur oli begini. Mana tadi kulupa menghutang nasi di Yu Yeti, lapar aku.

Biniku sudah tidur, kucoba bangunkan demi servis segelas kopi, "Bin.. bin..." menggeliat saja dia sambil kakinya menyepak mukaku. Jatuhlah aku terduduk dilantai semen rumah petak kami ukuran 3x3 pas disamping kuburan.

Tidurlah aku. Agar kubisa bangun lagi jam 4 nanti. Memulai kembali naskah hidupku yang sepertinya hanya ditulis satu lembar dan diulang-ulang kayak lagu kangen band.

Kampung Melayu - Grogol - Kampung Melayu - Grogol - Kampung Melayu - Grogol - Kampung Melayu - Grogol - Kampung Melayu - Grogol - Kampung Melayu - Grogol - Kampung Melayu - Grogol... siyal.